Setan tidak henti-hentinya memalingkan dan menjauhkan manusia dari keikhlasan. Salah satunya adalah melalui pintu Riya` yang banyak tidak disadari oleh manusia.
Riya` adalah seseorang melakukan suatu amalan agar orang lain bisa melihatnya kemudian memuji dirinya.
Termasuk dalam definisi Riya` adalah Sum’ah, yaitu melakukan suatu amalan agar orang lain mendengar apa yang dilakukan, sehingga pujian dan ketenaran pun datang.
Para sahabat adalah generasi terbaik. Keteguhan iman mereka sudah teruji, pengorbanan mereka terhadap Islam sudah tidak perlu diragukan lagi. Namun demikian, Rasulullah SAW masih mengkhawatirkan Riya` menimpa mereka.
Beliau bersabda:
“Sesuatu yang aku khawatirkan menimpa kalian adalah perbuatan syirik ashghar". Ketika beliau ditanya tentang maksudnya, beliau menjawab: Riya`" (HR. Ahmad)
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda:
"Maukah kuberitahukan kepadamu tentang sesuatu yang menurutku lebih aku khawatirkan terhadap kalian daripada (fitnah) Almasih Ad-Dajjal?".
Para sahabat berkata, “Tentu, ya Rasulullah”.
Beliau bersabda: “Syirik khafi (yang tersembunyi), yaitu ketika seseorang berdiri mengerjakan shalat, dia perbagus shalatnya karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya". (HR. Ahmad)
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Riya` termasuk syirik khafi yang samar dan tersembunyi. Hal ini karena Riya` terkait dengan niat yang merupakan amalan hati yang hanya diketahui oleh Allah SWT. Tidak ada yang mengetahui niat dan maksud seseorang kecuali Allah semata.
Cobalah renungkan setiap amalan kita, sudahkah terbebas dari maksud duniawi?
Sudahkah semuanya murni ikhlas karena Allah SWT?
Jangan sampai ibadah yang dilakukan siang dan malam menjadi sia-sia.
Jangan sampai uang yang cukup banyak dikeluarkan menjadi sia-sia.
Ada sebuah kisah yang bisa dijadikan ilustrasi...
Seorang kaya raya suatu kali mampir di sebuah masjid untuk sholat Ashar. Masjid tersebut cukup besar tapi belum rampung, masih dalam proses pembangunan.
Setelah sholat, ia menghubungi panitia dan bertanya: "Butuh dana berapa lagi untuk menyelesaikan masjid ini?".
Panitia menjawab: "Masih butuh sekitar 300 juta pak!".
"Baik..", kata si orang kaya, "Besok saya transfer 300 juta, tolong digunakan untuk menyelesaikan masjid ini".
Panitia pun gembira karena tanpa diduga ada seorang dermawan yang menyumbang ke masjid tersebut.
Singkat cerita, selesailah masjid tersebut dengan megah dan indah.
Dua tahun kemudian, tanpa sengaja, si orang kaya tadi mampir lagi ke masjid itu untuk sholat Ashar. Kali ini bersama supirnya.
Selesai sholat, supirnya berkata: "Wah.. megah sekali masjid ini ya pak.. indah sekali... Nyaman! Masya Allah.."
Tuannya berkata: "Iya.. masjid ini memang megah, masjid ini memang indah. Tapi, kalau dua tahun lalu saya tidak sumbang 300 juta, masjid ini mungkin belum selesai sampai saat ini. Untung, dua tahun lalu saya sumbang 300 juta, sehingga masjid ini sekarang menjadi megah dan indah".
Apa yang terjadi?
Malaikat yang sedang mengawasinya menghapus dan mencoret pahala amal kebaikan yang dilakukannya dua tahun lalu. Nol di sisi Allah!
Kenapa?!
Karena ada unsur Riya` di dalam hatinya.
Riya` menghapus pahala amal kebaikan yang dilakukan seseorang, Nol di sisi Allah. Yang didapat hanya cape. Karena syarat utama suatu amal diterima oleh Allah, selain ibadah tersebut sesuai dengan tuntunan syari'at, adalah ikhlas. Tanpanya, amalan seseorang akan sia-sia belaka.
Ikhlas memang satu amalan yang berat. Urusan niat dalam hati bukanlah hal yang mudah. Tidaklah salah jika Sufyan ats-Tsauri berkata:
"Tidaklah aku berusaha untuk membenahi sesuatu yang lebih berat daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak balik".
Ibnu Qayyim al-Jauzi juga pernah berkata:
"Amal ibadah yang dilakukan dengan Riya`, bukan ikhlas karena Allah, bagaikan seorang musafir yang berjalan di padang pasir dalam terik matahari yang panas, tapi bekal yang dibawa olehnya adalah sekarung pasir, memberatkannya tapi tidak bermanfaat bagi dirinya".
Mari luruskan niat, jangan sampai terbersit rasa Riya` di hati saat melakukan suatu ibadah. Amal ibadah apapun, cukup menjadi rahasia antara kita dan Allah. Tidak perlu orang lain tahu, karena hal tersebut sangat mungkin memunculkan rasa Riya` di hati.
Terima kasih kajian dan tausiyahnya Kyai, barakalloh...
BalasHapus