Rabu, 27 Juli 2016

Senin, 20 Juni 2016

KULTUM Hari-5 :: SABAR ::

Standard


KULTUM Hari-5

:: SABAR :: 


Di dalam Al-Qur’an, banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan kita tentang kesabaran dan juga tentang keutamaan-keutamaan yang didapatkan oleh orang-orang yang sabar, diantaranya Allah menyelaraskan kata “sabar” dan “shalat” secara bergandengan dalam salah satu ayat: 

"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar". (QS. al-Baqarah/2: 153). 

Bermacam-macam penafsiran para ahli tafsir atas penggandengan dua kata diatas, diantaranya yaitu: kedua hal tersebut adalah wajib dilaksanakan oleh setiap muslim jika dia ingin mendekatkan diri kepada Allah.

Sikap inilah yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW selama beliau menyebarkan ajaran Islam. Bermacam-macam cobaan yang diterimanya, cacian, makian dan bahkan perlakuan yang kasar dalam bentuk fisik dan beberapa kali nyaris membahayakan nyawa beliau, tetapi cobaan tersebut tak pernah menyurutkan perjuangannya dan tentunya berkat kesabaran beliau. Andaisaja beliau tidak sabar, ngambek dan tidak meneruskan ajaran ini, maka kita tidak tahu apa jadinya dengan aqidah kita sekarang.

Memang berlaku sabar itu tidaklah mudah, dan bahkan sebaliknya ketidak-sabaran sangatlah gampang disulut, apalagi dengan adanya propaganda syetan untuk menyulut kemarahan seseorang. Tidak berlebihanlah jika Rasulullah SAW pada suatu ketika menyatakan bahwa jika kita ingin melihat syetan, maka lihatlah ketika seseorang sedang marah.

Ada beberapa kiat-kiat untuk menjaga kesabaran kita, diantaranya membiasakan berdzikir, berusaha untuk selalu dalam keadaan berwudhu, serta bergaullah dengan orang-orang yang alim dan sabar, sehingga terjalin suatu hubungan yang dinyatakan dalam Surat al-‘Ashr yaitu saling menasehati akan kebenaran dan kesabaran.

Pernah suatu ketika, Rasulullah SAW sedang berbincang-bincang dengan Abu Bakar. Tiba-tiba datanglah seorang Arab Badui dan serta merta menghina Abu Bakar. Namun, Abu Bakar dengan sabar tidak melayani hinaan Arab Badui tersebut. Dan Nabi SAW pun tersenyum melihat sikap Abu Bakar.

Merasa tidak dihiraukan, Arab Badui tadi kembali menghina Abu Bakar dengan hinaan yang lebih pedas dari sebelumnya. Namun, sekali lagi, dengan sabar Abu Bakar tidak menghiraukannya. Dan Nabi SAW pun kembali tersenyum melihat sikap Abu Bakar tersebut.

Dengan rasa kesal, si Arab Badui kembali menghina Abu Bakar, kali ini dengan perkataan yang tidak enak didengar, bahkan menyebut-nyebut nama bapak dan keluarga Abu Bakar. Sebagai manusia biasa, akhirnya Abu Bakar tidak tahan mendengar hinaan si Arab Badui. Dan membalas hinaannya itu. Pada saat itu pula Nabi SAW meninggalkan Abu Bakar tanpa pamit dan mengucapkan salam.

Melihat Nabi SAW meninggalkannya, Abu Bakar pun menyusul Nabi dan bertanya, mengapa meninggalkannya. Nabi pun menjawab: 

“Pada saat si Arab Badui menghinamu dan engkau tidak menghiraukannya, turunlah para malaikat yang siap melindungimu, maka aku pun tersenyum melihat hal itu.

Pada hinaan kedua dan engkau tidak menghiraukannya, makin banyak malaikat yang turun mengelilingimu dan siap melindungimu. Maka aku pun tersenyum melihat hal itu. 

Akan tetapi, ketika engkau melayani dan membalas hinaan si Arab Badui pada kali ketiga, para malaikat pergi meninggalkanmu, dan datanglah iblis dan pasukannya mengelilingimu. Maka aku pun pergi karena tidak mau berdekatan dengannya apalagi mengucapkan salam kepadanya".

Saudara-saudaraku sekalian...
.
Bisa saja kejadian diatas terjadi pada diri kita, terutama pada saat kita berpuasa, dengan kasus yang berbeda. Situasi macet di jalan kota-kota besar seringkali menguji kesabaran kita. Situasi pasar yang penuh sesak oleh orang, mudah sekali memancing amarah kita. Prilaku istri, suami dan anak kadang juga menguji kesabaran kita. Semua membutuhkan kesabaran! 

Allah SWT memberikan balasan dan pahala yang besar atas kesabaran, diantaranya:

 Mendapatkan pertolongan Allah, sebagaimana firman-Nya: “Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. al-Baqarah/2: 249)

 Mendapatkan shalawat, rahmat dan petunjuk Allah, sebagaimana firman-Nya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun’. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. al-Baqarah/2: 155-157)

 Sabar adalah kunci kesuksesan seorang hamba, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung”. (QS. Ali ‘Imran/3: 200).

Sebagai seorang yang beriman, kita harus yakin dan percaya akan mendapatkan solusi dan kemudahan, sebab Allah SWT telah menjadikan dua kemudahan dalam satu kesulitan sebagai rahmat dari-Nya. Inilah yang difirmankan Allah SWT: 

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (QS. al-Insyirah/94: 5-6)

Tafsirannya: "Sesaat setelah datangnya satu kesulitan, akan disusul oleh dua kemudahan".

Al-Qurtubi menafsirkan: "Tidak mungkin satu kesulitan mengalahkan dua kemudahan".

Sabar memang sulit. Ibarat minum jamu yang sangat pahit, rasanya gak karuan, mau muntah rasanya, sudah minum air putih, bahkan air teh tambah gula, tapi masih tetap pahit, lama sekali hilangnya.

Andaisaja bukan karena demi kesehatan (kebaikan) diri saat ini dan yang akan datang, maka pasti seseorang tidak akan mau minum jamu pahit itu.

Semoga Allah SWT senantiasa menjaga keimanan dan kesabaran kita, hingga kita selalu bersama-Nya, dan dengan itu tentunya akan dilimpahkan keberkatan dan lindungan-Nya. Aamiin...

Wallaahu a'lam...
____________
::
‪#‎af_m‬
Like ♡ Share
Twitter: @azharulfuad

KULTUM Hari-4 ::MENGUKUR KADAR SYUKUR KITA::

Standard


KULTUM Hari-4


::MENGUKUR KADAR SYUKUR KITA::


ALKISAH.. ada seseorang bermimpi bertemu dengan malaikat. Dalam mimpinya tersebut, orang tadi diajak oleh malaikat untuk melakukan perjalanan ke atas langit.

Singkat cerita, sampailah keduanya di tempat pertama. Tempat tersebut begitu besaaarr. Di dalamnya terdapat ribuan malaikat yang sedang sibuk bekerja. Terlihat, ribuan malaikat itu sedang memilah-milah / memisah-misah jutaan berkas seperti layaknya kantor pos.

Karena bingung, orang tersebut bertanya kepada malaikat yang membawanya: “Wahai malaikat… tempat apa ini? Dan apa yang sedang dilakukan oleh para malaikat di dalamnya?”

Malaikat menjawab: “Wahai manusia, tempat ini kami namakan dengan DEPARTEMEN PENERIMAAN PERMOHONAN".

“Maksudnya apa ya malaikat?”, tanya orang tadi.

Malaikatpun menjelaskan: 

“Wahai manusia, semua permohonan / doa yang dipanjatkan dan diminta oleh manusia yang hidup di dunia, untuk pertama kali akan sampai ke tempat ini. Tugas malaikat yang bekerja di dalamnya adalah memilah-milah dan memisah-misah permohonan tersebut berdasarkan kategorinya.

Ada manusia di dunia yang minta agar rezekinya dilancarkan, maka permohonan itu dikumpulkan berdasarkan kategori REZEKI. Ada manusia yang minta agar sakitnya disembuhkan, jodohnya dipercepat, agar cepat dapat keturunan, lulus ujian, dan lain-lain. Di tempat inilah semua permohonan itu dipisah-pisah dan dikumpulkan berdasarkan kategorinya masing-masing", malaikat menjelaskan.

Begitu ta’ajjub orang tersebut, dan tercengang, karena begitu banyak permohonan yang diminta oleh manusia yang hidup di dunia setiap harinya.

Kemudian, malaikat mengajak orang itu untuk melanjutkan perjalanan. Sampailah keduanya di tempat yang kedua. Tempat kedua ini pun begitu besar, tidak kalah besar dengan tempat pertama, dan di dalamnya terdapat ribuan malaikat yang juga sedang sibuk bekerja. Namun, jenis pekerjaan mereka berbeda dengan tempat pertama, yaitu para malaikat sedang mengepak-ngepak dan memaket-maket berkas-berkas yang jumlahnya jutaan, dan siap untuk dikirimkan.

Karena bingung, orang tersebut bertanya kepada malaikat yang membanya tadi: “Wahai malaikat… tempat apa ini? Dan apa yg sdg dilakukan oleh para malaikat di dalamnya?”.

Malaikat menjawab: “Wahai manusia, tempat ini kami namakan dengan DEPARTEMEN PENGEPAKAN DAN PENGIRIMAN".

“Maksudnya apa ya malaikat?”, tanya orang tadi.

Malaikatpun menjelaskan: “Wahai manusia, setelah semua permohonan / doa manusia diterima di tempat pertama, dan setelah permohonan itu dikabulkan oleh Allah, maka permohonan tersebut dikirim ke tempat ini, dan tugas malaikat di dalamnya adalah memaketkan permohanan itu dan mengirimkannya kepada manusia yang memintanya di dunia”.

Untuk kedua kalinya, orang tadi begitu ta’ajjub, tercengang, karena begitu banyak permohonan yang telah dikabulkan oleh Allah, dan siap untuk dikirimkan kepada manusia yang memintanya di dunia.

Kemudian, malaikat mengajak orang tersebut untuk melanjutkan perjalanan. Singkat cerita, sampailah keduanya di tempat yang ketiga. Tempat ketiga ini sangat berbeda dengan tempat pertama dan kedua. Tempat ketiga ini begitu kecil, sangat kecil, hanya seukuran 3x4 meter!! Dan anehnya, hanya ada satu malaikat yang bekerja di dalamnya.

Karena bingung, orang tadi bertanya: “Wahai malaikat… tempat apa ini? Mengapa bangunannya begitu kecil? Dan mengapa hanya satu malaikat yang bekerja di dalamnya?”

Malaikat menjawab: “Wahai manusia… tempat ini kami namakan dengan DEPARTEMEN PENERIMAAN UCAPAN TERIMA KASIH".

“Maksudnya apa wahai malaikat?”, tanya orang tersebut kebingungan.

Malaikat menjelaskan: “Wahai manusia… setelah manusia bermohon kepada Allah, berdoa kepada Allah, mengadu kepada Allah tentang kesulitan hidupnya, dan Allah telah mengabulkan permohonannya itu, maka, ucapan TERIMA KASIH yang disampaikan manusia kepada Allah akan sampai ke tempat ini!".

“Tapi… mengapa tempat ini begitu kecil? Dan mengapa yg bekerja di dalamnya hanya satu malaikat? Bahkan sekarang kita lihat malaikat itu sedang NGANGGUR??!”, tanya orang tesebut dengan rasa heran.

Sambil menghela nafas, malaikat menjelaskan: “Yaaah… begitulah wahai manusia… begitu banyak manusia bermohon kepada Allah, meminta kepada Allah agar doanya cepat dikabulkan, memohon agar permasalahan hidupnya diberikan jalan keluar, tapi setelah permohonannya itu dikabulkan, JARANG sekali dari mereka yg mengucapkan SYUKUR, mengucapkan TERIMA KASIH kepada Allah”.

Saudara-saudaraku sekalian…

Sadarkah kita bahwa kita sangat-sangat jarang mengucapkan syukur dan berterima kasih atas curahan nikmat yang Allah berikan kepada kita. Begitu banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, bahkan untuk hal-hal yang tidak pernah kita minta, tapi dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya, Allah senantiasa memberikan nikmat tersebut kepada kita. 

Saya sangat yakin, sangat jarang (mungkin tidak pernah) diantara kita yang bermohon kepada Allah agar diberikan oksigen yang cukup sehingga kita dapat bernafas dengan bebas.

Atau… banyak diantara kita ketika berjalan dengan kaki kita, mengambil sesuatu dengan tangan kita, berbicara dengan lisan kita, melihat dengan kedua mata kita, mendengar dengan telinga kita, yang menyadari bahwa itu semua merupakan nikmat Allah yang diberikan kepada kita tanpa kita minta. Seakan-akan nikmat-nikmat itu kita anggap nikmat yang biasa.

 Tanyakan kepada tuna netra, bagaimana nikmat bisa melihat?!
 Tanyakan kepada tuna rungu, bagaimana nikmat bisa mendengar?!
 Tanyakan kepada penderita asma, bagaimana nikmat bisa bernafas dengan lega?!
 Tanyakan kepada orang yang kehilangan kaki / tangannya, bagaimana nikmat mempunyai keduanya?!

Tanyakan…. Tanyakan…!!

Maka wajarlah jika Allah SWT berfirman: "Wa qoliilan maa tasykuruun”, sungguh sedikit kalian bersyukur.

Pada akhir kisah, malaikat tersebut menjelaskan kepada orang tadi:

 “Jika engkau masih bisa bangun pagi, dan masih dapat melihat matahari bersinar, masih bisa melihat hidangan di meja makanmu, maka sungguh… engkau lebih beruntung dari 700 juta orang yang ada di dunia ini".
 “Jika engkau masih menyaksikan kedua orang tuamu masih hidup, masih bisa bercengkrama dengan suami/istri dan anak-anakmu, maka sungguh… engkau lebih beruntung dari 1 milyar orang yang ada di dunia ini".
 “Jika engkau masih bisa menghadiri sebuah masjid tanpa ada rasa takut: takut akan penindasan, pengusiran dan penyiksaan, maka sungguh… engkau lebih beruntung dari 300 juta orang yang ada di dunia ini”.

BAGAIMANA CARA BERSYUKUR KEPADA ALLAH?

Cara yang paling mudah adalah senantiasa mengucapkan “ALHAMDULILLAH”, Terima Kasih ya Allah.

● Jika kedua orang tuamu masih hidup, cara mensyukurinya adalah dengan berbakti kepada keduanya.
● Jika anak-anakmu masih hidup, cara mensyukurinya adalah dengan mendidik mereka menjadi anak-anak yang sholeh/sholehah.
● Jika engkau masih bisa menghadiri masjid tanpa ada rasa takut, cara mensyukurinya adalah dengan senantiasa sholat fardhu di masjid.

Imam Nawawi menjelaskan tentang hakikat syukur: 

“Mensyukuri nikmat Allah adalah bagaimana dengan nikmat tersebut, seorang hamba menggunakannya dalam rangka meningkatkan ibadah kepada Allah, dan bukan untuk maksiat kepada Allah".

Kaki kita, tangan kita, panca indera yang kita miliki, semua adalah nikmat dari Allah, sudah seberapa besar kita gunakan untuk mensyukuri nikmat Allah tersebut?

Subhanallah… sungguh benar firman Allah: “…. Wa qoliilan maa tasykuruun”, sungguh sedikit kalian bersyukur.

Panjang usia, sehingga kita dapat bertemu lagi dengan Ramadhan tahun ini, merupakan nikmat yang sangat luar biasa. Mari kita syukuri dengan cara mengisinya dengan banyak amal ibadah semaksimal mungkin.

“Jika engkau bersyukur, maka pasti akan Aku tambah nikmat itu untukmu. Tapi jika engkau kufur (tidak bersyukur), sungguh siksaKu amat pedih”.

Wallaahu a’lam…
____________
::
‪#‎af_m‬
Like ♡ Share
Twitter: @azharulfuad

KULTUM Hari-3 :: PENGHUNI SURGA ::

Standard


KULTUM Hari-3


:: PENGHUNI SURGA ::


Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW duduk di masjid dan berbincang-bincang dengan para sahabatnya. Tiba-tiba beliau bersabda: 

“Sebentar lagi seorang penghuni surga akan masuk kemari”.

Semua matapun tertuju ke pintu masjid dan pikiran para hadirin membayangkan seorang yang luar biasa. “Penghuni surga… penghuni surga…”, demikian gumam mereka.

Beberapa saat kemudian, masuklah seseorang dengan air wudhu yang masih membasahi wajahnya dan dengan tangan menjinjing sepasang alas kaki. Apa gerangan keistimewaan orang itu sehingga mendapat jaminan surga? Tidak seorangpun yang berani bertanya walau seluruh hadirin merindukan jawabannya.

Keesokan harinya, peristiwa di atas terulang kembali. Ucapan Nabi dan “si penghuni” surga dengan keadaan yang sama semuanya terulang, bahkan pada hari ketiga pun terjadi hal yang demikian.

Seorang sahabat yang bernama Abdullah ibnu ‘Amr tidak tahan lagi, meskipun ia tidak berani bertanya dan khawatir jangan sampai ia mendapat jawaban yang tidak memuaskannya. Maka timbullah sesuatu dalam benaknya. Dia mendatangi si penghuni surga sambil berkata: 

“Saudaraku.. telah terjadi kesalahpahaman antara aku dan orang tuaku, dapatkah aku menumpang di rumahmu selama tiga hari?”

“Tentu, tentu…”, jawab si penghuni surga.

Rupanya, Abdullah bermaksud ingin melihat secara langsung “amalan” si penghuni surga.

Tiga hari tiga malam ia memperhatikan, mengamati bahkan mengintip si penghuni surga, tetapi tidak ada sesuatu pun yang istimewa. Tidak ada ibadah khusus yang dilakukan si penghuni surga. Tidak ada shalat malam, tidak pula puasa sunnah. Ia bahkan tidur dengan nyenyaknya hingga beberapa saat sebelum fajar. Memang sesekali ia terbangun dan ketika itu terdengar ia menyebut nama Allah di pembaringannya, tetapi sejenak saja dan tidurnya pun berlanjut.

Pada siang hari si penghuni surga bekerja dengan tekun. Ia ke pasar, sebagaimana halnya semua orang yang ke pasar. 

“Pasti ada sesuatu yang disembunyikan atau yang tak sempat kulihat. Aku harus berterus terang kepadanya”, demikian pikir Abdullah.

“Apakah yang engkau perbuat sehingga engkau mendapat jaminan surga dari Rasululllah?”, tanya Abdullah.

“Ya.. seperti yang engkau lihat itulah..”, jawab si penghuni surga.

Dengan kecewa Abdullah bermaksud kembali saja ke rumah. Tapi tiba-tiba tangannya dipegang oleh si penghuni surga seraya berkata:

“Apa yang engkau lihat itulah yang aku lakukan, ditambah sedikit lagi, yaitu bahwa aku tidak pernah merasa iri hati terhadap seseorang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, dan tidak pernah pula aku melakukan penipuan dalam segala aktivitasku”.

Dengan menundukkan kepala, Abdullah meninggalkan si penghuni surga sambil berkata: “Rupanya, yang demikian itulah yang menjadikan engkau mendapat jaminan surga”.

Saudaraku sekalian…

Untuk menjadi penghuni surga ternyata, menurut Nabi SAW, tidak cukup hanya sekedar menjalankan ritual ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dll. Dari kisah di atas, ada dua hal yang dapat menjadikan seseorang menjadi penghuni surga, yaitu:

1— TIDAK IRI HATI (DENGKI) TERHADAP SESEORANG YANG DIANUGERAHI NIKMAT OLEH ALLAH.

Iri hati (dengki) dalam bahasa agama dinamakan HASAD. Nabi SAW memperingatkan umatnya dalam sebuah hadits:

“Hendaklah kalian menjauhi sifat HASAD, karena sesungguhnya sifat HASAD akan ‘memakan’ amal kebaikan seperti halnya api ‘memakan’ kayu bakar”.

Di akhirat nanti, ada golongan yang disebut oleh Nabi SAW dengan "MUFLIS". Suatu ketika Nabi SAW pernah bertanya:

“Atadruuna mal muflis? — Tahukah kalian apa itu bangkrut?”

Ada sahabat yang menjawab: “Bangkrut adalah dimana seorang pedagang yang rugi karena modalnya tidak kembali”.

Nabi SAW menggelengkan kepalanya, kemudian menjelaskan: 

“Muflis (bangkrut) adalah dimana seseorang rajin beribadah, ia melakukan sholat, puasa, zakat, namun disisi lain ia juga menghina, melakukan ghibah (gossip), memfitnah, mengadu domba dan menyakiti hati saudaranya. Pada saat dia akan dimasukkan ke dalam surga, orang yang pernah difitnah memprotes kepada Allah: ‘Ya Allah, dahulu waktu di dunia ia telah memfitnahku’, kemudian sebagai gantinya, Allah SWT mengambil amal kebaikannya dan menyerahkannya kepada orang yang telah difitnahnya. 

Kemudian datang lagi orang lain mengadukan hal yang sama, dan kemudian Allah SWT mengambil amal kebaikannya sebagai gantinya. Demikian seterusnya, sehingga amal kebaikannya habis, namun masih banyak orang yang pernah ia fitnah, ia hina atau ia sakiti. Karena amal kebaikannya sudah habis, maka dosa orang yang difitnah, dihina atau disakiti itu diberikan kepadanya. Sehingga timbangan dosanya lebih besar daripada timbangan pahalanya, dan akhirnya dimasukkan ke dalam neraka".

Na’udzubillah…

Saudaraku…

Keshalehan seseorang itu bukan hanya diukur dari banyaknya amal ibadah “mahdhoh” yang ia lakukan, tapi juga diukur sejauh mana sikapnya terhadap orang lain. Mungkin banyak diantara kita yang rajin sholat, puasa, zakat, dll, tapi kita juga seringkali menyakiti hati orang lain, menyakiti hati tetangga, menghina, memfitnah, ghibah, dll. 

Padahal kata Nabi SAW: “Tidak! demi Allah tidak beriman… tidak! demi Allah tidak beriman… tidak! demi Allah tidak beriman!". 

Para sahabat bertanya: "Siapakah itu wahai Rasulullah?". 

Beliau menjawab: “Orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.” (HR. Bukhari)

Hubungan “vertikal” seseorang juga ditentukan oleh sejauh mana hubungan “horizontal”nya. 

2— TIDAK MELAKUKAN PENIPUAN (DUSTA/BOHONG) DALAM SEGALA AKTIVITAS KEHIDUPAN.

Nabi SAW pernah menjelaskan kepada seseorang yang bertanya tentang Islam. Nabi SAW menjawab: “Islam adalah meninggalkan bohong (dusta)".

Bohong/dusta juga termasuk salah satu kejahatan lisan selain ghibah. Bohong/dusta seringkali menghiasi obrolan kita. Rasanya belum “sedap” jika obrolan kita dengan orang belum dihiasi dengan kebohongan.

Bohong/dusta dapat mengarahkan seseorang kepada sifat khianat, yang merupakan salah satu sifat orang munafik.

Di bulan Ramadhan ini, seperti apa yang dijelaskan oleh Iman al-Ghozali mengenai sifat puasa "khusus bil khusus", adalah bukan hanya sekedar menahan lapar, haus dan hubungan sex semata, tapi juga mempuasakan semua panca indera dan hati kita, termasuk lisan, untuk tidak melakukan maksiat. 

Iri hati dan dusta adalah dua penyakit yang sangat berbahaya bagi kita. Hendaknya kita dapat menjauhi kedua sifat tersebut, agar kita (insya Allah) bisa mendapatkan predikat sebagai “Penghuni Surga".

Amin ya robbal ‘aalamin..

Wallahu a’lam…
____________
::
‪#‎af_m‬
Like ♡ Share
Twitter: @azharulfuad

KULTUM Hari-2 :: RIYA’ TERMASUK PENDUSTA AGAMA ::

Standard


KULTUM Hari-2


:: RIYA’ TERMASUK PENDUSTA AGAMA ::

1. Takukan kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin,
4. Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. Orang-orang yang berbuat riya’,
7. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna. 
(QS. Al-Maa’uun/107)

Setidaknya ada 5 golongan orang yang dicap oleh Allah SWT sebagai pendusta agama dalam surat al-Maa’uun ini:

1. ORANG YANG MENGHARDIK ANAK YATIM
2. ORANG YANG TIDAK MENGANJURKAN MEMBERI MAKAN ORANG MISKIN
3. ORANG YANG LALAI DALAM SHALATNYA
4. ORANG YANG BERBUAT RIYA’
5. ORANG YANG ENGGAN MENOLONG ORANG LAIN DENGAN BARANG BERGUNA

Pada kesempatan kali ini, saya ingin sedikit membahas golongan yang ke-4, yaitu orang-orang yang berbuat RIYA’.

Riya adalah suatu sikap seseorang yang berusaha mengekspos dirinya (bangga diri) karena merasa telah melakukan perbuatan baik, atau berbuat baik hanya untuk cari nama di muka orang banyak.

Sikap ini sangatlah tidak terpuji. Di dalam al-Qur`an surat Al-Maa’uun dinyatakan sebagai salah satu tanda orang yang mendustakan agama. Bahkan Rasulullah SAW pun mengutuk sikap ini sebagai syirik kecil.

Sebagai contoh, ketika bersedekah, kita berusaha untuk dilihat orang bahwa kita telah menyumbang. Bahkan marah jika nama kita dan jumlah yang kita dermakan itu tidak disebutkan.

Di dalam al-Qur`an, Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan…” (QS. al-Baqarah/2: 264)

Di dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW pernah menceritakan tentang penghisaban manusia di hari akhir kelak. Diceritakan ada tiga orang yang di dunia terkenal beramal baik. 

 Pertama adalah dia yang di dunia disebut sebagai syuhada yang berjihad / berperang di jalan Allah. 
 Kedua adalah seorang dermawan
 Ketiga adalah seorang ilmuwan yang pintar dan juga pengajar. 

Setelah mereka ditanya tentang perbuatan-perbuatan baik di dunia, akhirnya Allah SWT menyuruh malaikat Malik untuk melemparkan ketiga orang tersebut ke dalam neraka. Hal ini disebabkan karena ketiga orang itu melakukan perbuatan-perbuatan tersebut hanya untuk mencari nama. 

Sang Syuhada melakukan jihad hanya karena ingin disebut pahlawan, sang dermawan pun bersedekah hanya mengharapkan nama sebagai orang yang pemurah, sedangkan sang ilmuwan juga memberikan ilmunya juga karena menginginkan namanya terkenal. Ketiganya dilempar ke neraka dikarenakan adanya unsur riya yang bercokol dalam hati mereka.

Riya ada yang terangan-teranagan, ada juga yang tersembunyi, bahkan ada yang lebih halus lagi dari itu. Riya secara terangan-terangan contohnya seperti yang sudah disebutkan di atas. Adapun riya yang tersembunyi seperti seseorang yang biasa sholat malam, namun pada suatu malam dia sholat sedikit lebih khusu’ dan lebih lama, lantaran ada mertua yang menginap di rumahnya.

Riya yang lebih halus lagi adalah ketika seseorang merasa hatinya gundah dan resah (bisa jadi tidak tampak dari raut wajahnya) lantaran namanya tidak disebut sebagai donatur. Atau memperlihatkan wajah yang lusuh dan lemas agar dinilai orang lain puasanya lebih khusu’.

Penyakit riya ini sangat berbahaya! Sebab menyebabkan amal ibadah yang kita lakukan akan sia-sia. Bukankah iman tanpa amal sholeh akan sia-sia? Dan bukankah amal sholeh tanpa keikhlasan juga sia-sia? Riya menggugurkan pahala amal sholeh.

Semoga Allah SWT menjauhkan sifat riya dari diri kita, sehingga segala amal ibadah yang kita lakukan dapat diterima Allah SWT. Aamiin...

Wallaahu a’lam…
____________
::

‪#‎af_m‬

Like ♡ Share

KULTUM Hari-1 :: MEMBACA AL-QUR`AN ::

Standard

KULTUM Hari-1

:: MEMBACA AL-QUR`AN ::

Salah satu ibadah yang sangat dianjurkan di bulan Ramadhan adalah membaca al-Qur’an. Nabi SAW memberikan "rangsangan" kepada mereka yang membaca al-Qur’an dengan pahala yang sangat luar biasa.

"Barang siapa membaca satu huruf dari al-Qur’an, maka baginya kebaikan, dan kebaikan itu sepuluh kali lipat. Yang aku maksud huruf itu bukan ‘ALIF LAM MIM’, tapi ALIF itu satu huruf, LAM itu satu huruf, dan MIM itu satu huruf".

Dengan kata lain, jika kita membaca “ALIF LAM MIM”, maka akan mendapatkan 30 kebaikan (3 huruf x 10 kebaikan).

Anda tahu berapa jumlah huruf pada surat al-Fatihah? Surat al-Fatihah, jika dimulai "Alhamdulillaahi Robbil 'aalamiin", terdiri dari 119 huruf. Artinya, jika kita membacanya, maka akan mendapatkan ganjaran 1.190 kebaikan (119 x 10).

Anda tahu berapa jumlah huruf pada surat al-Baqarah?!

Membacanya mungkin lebih baik daripada menghitung jumlah hurufnya.

Tidak ada suatu bacaan di dunia ini yang senantiasa dibaca setiap hari, jam, menit bahkan detik, selain al-Qur’an. Bukan saja dibaca oleh orang yang mengerti artinya, tapi dibaca juga oleh orang yang tidak mengerti artinya.

Tidak ada suatu bacaan di dunia ini, selain al-Qur'an, yang diatur cara membacanya, mana yang harus dibaca tebal, tipis, mana yang harus dipanjangkan, mana yang harus di “dengung”kan atau di “izhar”kan. Sehingga tercipta ilmu yang mengatur tata cara membacanya yang kita kenal sebagai “ilmu Tajwid”.

Tidak ada suatu bacaan di dunia ini, yang terdiri dari 30 juz, 114 surat, enam ribu sekian ayat, lebih dari 77.400 kata, dan lebih dari 323.000 huruf, yang sejak diturunkannya 14 abad yang lalu sampai sekarang, bahkan hingga hari kiamat nanti, yang berubah isinya walaupun hanya 1 huruf.

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya", tegas Allah SWT dalam QS. al-Hijr/15 ayat 9.

Sudah seberapa jauh kita, selaku muslim, membaca dan mengamalkan al-Qur’an dalam kehidupan kita sehari-hari?

Jika ada sebuah angket dibagikan kepada sebuah kampung yang mayoritas warganya muslim, di dalam angket itu ada 4 pertanyaan, maka dapat dipastikan jawaban mereka tidak akan mencapai bobot 100%.

Pertanyaan tersebut adalah:

1. Apakah di setiap rumah seorang muslim sudah terdapat al-Qur’an di dalamnya?

Dapat dipastikan jawabannya tidak akan mencapai bobot 100%, karena masih ada di rumah seorang muslim yang tidak memiliki al-Qur’an.

2. Apakah di setiap rumah seorang muslim yang sudah ada al-Qur’an, al-Qur’an itu senantiasa dibacanya?

Jawabannya pun tidak akan mencapai bobot 100%.

3. Apakah di setiap rumah seorang muslim yang sudah ada al-Qur’an di dalamnya dan senantiasa dibacanya, apakah dia sudah faham, minimal sebagaian besar, dari apa yang dibacanya?

Jawabannya pun dipastikan tidak akan mencapai bobot 100%.

4. Apakah di setiap rumah seorang muslim yang sudah ada al-Qur’an di dalamnya dan senantiasa dibacanya, dan sudah difahami sebagian besar kandungannya, apakah sudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari?

Sekali lagi, jawabannya tidak akan mencapai bobot 100%.

Banyak diantara kita mengaku muslim, mengaku bahwa kitab sucinya adalah al-Qur’an, mengaku bahwa al-Qur’an adalah pedoman hidupnya, tapi justru banyak juga diantara kita yang menjadikan al-Qur’an hanya sekedar penghias lemari buku di rumahnya. Begitu berat kita membaca al-Qur’an dan terjemahannya, tapi disisi lain, begitu ringan kita membaca buku-buku novel atau majalah. (Bukan bermaksud membandingkan al-Qur'an dengan buku-buku tersebut).

Saya pernah ditanya oleh seorang guru (Allaahummaghfir lahu) :

“Selama kalian hidup di dunia, sudah berapa kali menghatamkan al-Qur’an?”

Semua terdiam tidak memberikan jawaban, karena memang tidak ada satupun dari kami yang sudah pernah menghatamkan al-Qur’an. Padahal ketika itu kami duduk di kelas satu Aliyah/SMA. Saat itu usia kami rata-rata 17-18 tahun, tapi belum ada yang menghatamkan al-Qur’an! Sungguh ironis memang!

Sekarang, jika pertanyaan itu disampaikan kepada kita, saya sangat yakin ada diantara kita sampai saat ini yang belum pernah menghatamkan al-Qur’an. Tentunya dengan berbagai alasan, diantaranya SIBUK atau malas harus membawa-bawa al-Qur’an!

Mari kencangkan niat untuk senantiasa membaca al-Qur’an. Tanamkan moto dalam hati “Tidak ada hari tanpa membaca al-Qur’an”.

Buatlah target, misalnya: "Ramadhan ini saya harus khatam Al-Quran minimal 1x, atau mungkin khatam membaca terjemahannya, atau harus hapal surat Ar-Rahman dan Al-Waqi'ah, dan seterusnya". Sehingga ada peningkatan setiap kali Ramadhan.

Yang tidak sempet membaca al-Qur'an, bacalah ayat-ayat yang sudah di hapal.

Yang tidak bisa membaca al-Qur'an, ya belajar... sambil membaca terjemahannya.

Yang tidak punya al-Qur'an di rumahnya... Masya Allah.. hari gini belum punya al-Qur'an?! Sisihkan sebagian harta kita untuk memiliknya!

Apalagi di zaman sekarang, dimana al-Quran bisa kita bawa kemana-mana dalam genggaman HP kita. Rasanya tidak ada lagi alasan untuk tidak senantiasa membaca al-Quran.

"Di akhirat nanti al-Qur'an akan menjadi penolong bagi orang yang senantiasa membacanya semasa hidup di dunia", demikian sabda Rasul yang kita cintai.

Wallaahu a'lam...
____________
::

‪#af_m