Jumat, 10 April 2015

Standard

Ibnu al-Jauzy pernah berpesan kepada sahabat-sahabatnya sambil menangis sedih:


"Jika nanti kalian tidak menemukan aku di syurga bersama kalian, maka tolonglah bertanya kepada Allah tentang diriku: Yaa Rabb.. hamba-Mu si fulan, sewaktu di dunia selalu mengingatkan kami tentang Engkau. (Maka masukkanlah ia bersama kami di Syurga-Mu)".
_____________

#af_m
Twitter: @azharulfuad

Ada dua perasaan setiap kita hendak membantu sesama: Ringan dan Berat.

Standard


Ringan karena pada dasarnya selalu ada dorongan ingin berbuat baik dari setiap manusia.

Ringan karena dari setiap bantuan yang kita berikan, akan mendatangkan ganjaran perasaan gembira lebih dari sekadar bantuan yang kita keluarkan.

Itulah ganjaran yang bentuknya adalah perasaan bermakna. Rasa bermakna adalah rasa yang amat dibutuhkan manusia karena mutlak kedudukannya.
Itulah kenapa orang-orang yang merasa kehilangan makna itu sering memilih mati ketimbang hidup. Karena hidup dan makna memang harus berada dalam satu tarikan.

Kenapa menjadi ringan dalam menolong ada faktornya. Kenapa berat menolong juga ada faktornya. Untuk yang ringan tidak akan aku bahas, tapi kenapa menjadi berat? Itulah soal yang harus dipecahkan.

Berikut ini adalah keadaan yang membuat orang merasa berat melakukan pertolongan:

Ketika kita sendiri sedang berada dalam kesulitan. Sementara uang tinggal sebelanjaan, apa jadinya jika tetangga datang hendak menghutang. Ini bukan soal mudah untuk dipecahkan. Tapi ini hanyalah perasan berat kelas ringan. Karena bisa saja yang kita temui adalah kelas yang lebih berat, yaitu kelas berat-sedang. Misalnya harus membantu seseorang mendapatkan sesuatu yang kita sendiri sebetulnya menginginkannya.

Ini baru rasa berat tingkat menengah, sementara inilah tingkat terberatnya, yaitu ketika kita harus menolong seseorang untuk mendapatkan soal yang kita inginkan, kebetulan kita tidak menyukai pula orang yang bersangkutan.
Ini sungguh keberatan bertumpuk. Menolong itu sendiri sudah berat, tambah berat lagi ketika kita harus pula merelakan kehilangan sesuatu yang kita inginkan, untuk diberikan kepada orang yang tidak kita sukai pula.

Dan sekali waktu, tiga rasa berat dalam menolong sesama ini pasti akan kita alami.


Saran saya: PAKSALAH!!. Semakin berat faktor pemberatnya, maka semakin tinggi daya paksanya. Dan jika anda sudah sanggup memaksakan diri, sikap ini akan menjadi kebiasaan. Ketika sudah menjadi kebiasaan, rasakanlah perubahan hidup anda.
_____________
#afm
Twitter: @azharulfuad

Anak Kecil dan Lebah

Standard

Anak Kecil: "Wahai lebah yg cantik, kulihat engkau terbang, hinggap dari satu bunga ke bunga yang lain sepanjang siang, tidak ada yang engkau fikirkan selain bermain. Aahh.. Seandainya aku sepertimu tanpa kesibukan, aku akan bermain sepanjang siang seperti dirimu".

Lebah: "Engkau keliru wahai anak kecil, karena aku terbang dan hinggap di bunga itu dalam rangka bekerja, bukan tanpa kesibukan seperti yang engkau katakan!"
Anak Kecil: "Apa kesibukanmu jika engkau bekerja sepanjang siang, apakah engkau tidak berfikir untuk istirahat?"

Lebah: "Aku mengumpulkan madu untuk makan di musim dingin (hujan), dan mengumpulkan lilin untuk membangun rumahku, sebelum datangnya musim kemarau yang panas matahari akan mematikan bunga-bunga itu. Jika aku istirahat sekarang, maka akan hilang kesempatanku mengumpulkan makanan, dan aku akan mati kelaparan di musim dingin. Maka, ambillah pelajaran dariku: Kumpulkan yg bisa kau lakukan di masa kecilmu, apa-apa yang akan bermanfaat untuk masa depanmu kelak".

Dikutip dari kitab:
القراءة الرشيدة الجزء الأوّل
___________
#af_m
Twitter: @azharulfuad

الطفل والنحلة
الطفل: أيّتـها النحلة الجميلة. أراك تطـير من زهرة إلى أخرى طول النّهار. من غير أن تفكّري في شيء غير اللعب. يا ليتني مثلك بدون شغل. فألعب طول النّهار كما تلعبـين
النحلة: غلطت أيّها الطفل. لأنّي أطـير من زهرة إلى زهرة لأعمل عملا. ولست بدون شغل كما تقول.
الطفل: ما شغلك وإذا كنت تشتغلـين طول النّهار فكيف لا تفكّرين في الرّاحة.

النحلة: إنّي أجمع عسلا لأتغذّى منه أيـّام الشّـتاء. وشمعا لأبـني به بيـتي. قبل أن تمضي أيام الصيف. وتقلّ حرارة الشّمس فتموت الأزهار. وإذا استرحت الآن. ضاعت منيّ فرصة جمع القوت. فأموت في الشّـتاء جوعا. فاتّخذني مثالا لك. واجمع في صغرك ما ينفعك في كبرك

Kejahatan dibalas dengan Kejahatan

Standard

Ada seorang pengemis anak kecil duduk di pinggir jalan sedang makan roti. Di kejauhan, ia melihat seekor anjing sedang tiduran. Dipanggilnya anjing tersebut sambil menyodorkan potongan roti dengan tangannya. Anjing itu mengira bahwa ia akan diberi potongan roti tersebut.

Mendekatlah ia untuk mendapatkan roti, namun tiba-tiba anak kecil itu memukul kepalanya dengan tongkat kayu. Larilah anjing itu dengan rasa sakit di kepalanya.

Saat itu, seseorang melihat kejadian tersebut dari jendela rumahnya. Ia pun keluar dari rumahnya dengan membawa tongkat yang ia sembunyikan di belakang tubuhnya. Kemudian ia memanggil anak kecil itu sambil menyodorkan uang. Dengan cepat anak kecil itu menghampirinya. Saat ingin mengambil uang tersebut dengan tangannya, tiba-tiba orang itu memukul tangannya dengan tongkat hingga anak kecil itu mengaduh kesakitan.

Anak kecil itu berkata: "Kenapa engkau memukulku? Padahal aku tidak meminta apa-apa kepadamu?"

Orang itu menjawab: "Dan kenapa engkau memukul anjing itu? Padahal ia pun tidak meminta apa-apa darimu?

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa". (QS. Asy-Syuura/42: 40)


Dikutip dari kitab:
القراءة الرشيدة الجزء الأوّل 
___________

#af_m
Twitter: @azharulfuad


الشَّرُّ بِالشَّرِّ
كَانَ وَلَدٌ فَقِيْرٌ جَالِسًا فِى الطَّرِيْقِ يَأْكُلُ خُبْزًا. فَرَأَى كَلْبًا نَائِمًا عَلَى بُعْدٍ. فَنَادَاهُ وَمَدَّ لَهُ يَدَهُ بِقِطْعَةٍ مِنَ الْخُبْزِ. حَتَّى ظَنَّ الْكَلْبُ أَنَّهُ سَيُعْطِيْهِ مِنْهُ لُقْعَةً.
فَقَرُبَ مِنْهُ لِيَتَنَاوَلَ الْخُبْزَ. فَضَرَبَهُ الصَّبِىُّ بِالْعَصَا عَلَى رَأْسِهِ. فَفَرَّ الْكَلْبُ وَهُوَ يَعْوِى مِنْ شِدَّةِ الْأَلَمِ.
وَفِى ذَلِكَ الْوَقْتِ كَانَ رَجُلٌ يُطِلُّ مِنْ شُبَّاكِهِ. وَرَأَى مَا فَعَلَ الصَّبِىُ. فَنَزَلَ إِلَى الْبَابِ وَمَعَهُ عَصًا خَبَأَهَا وَرَاءَهُ. وَنَادَى الصَّبِىَّ وَأَبْرَزَ لَهُ قِرْشًا. فَأَسْرَعَ الصَّبِىُّ وَمَدَّ يَدَهُ لِيَأْخُذَ الْقِرْشَ. فَضَرَبَهُ الرَّجُلُ بِالْعَصاَ عَلَى أَصَابِعِهِ. ضَرْبَةً جَعَلَتْهُ يَصْرُخُ أَكْثَرَ مِنَ الْكَلْبِ.
ثُمَّ قَالَ لِلرَّجُلِ: لِمَ تَضْرِبُنِى وَأَنَا لَمْ أَطْلُبْ مِنْكَ شَيْئًا؟
فَأَجَابَهُ الرَّجُلُ: وَلِمَ تَضْرِبُ الْكَلْبَ وَهُوَ لَمْ يَطْلُبْ مِنْكَ شَيْئًا؟
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا

REUNI PERAK DeNSUS 13: "Apapun profesimu, tugasmu adalah: 1. Bisa mengajar ilmu agama, dan 2. Berda'wah"

Standard

 

Reuni Perak DeNSUS (Darunnajah Khusus) 13, diselenggarakan pada hari Sabtu-Ahad, 28-29 Maret 2015, bertempat di villa Coolibah Puncak Jawa Barat. Setelah 25 tahun lulus dari Pondok akhirnya kami dapat bertemu kembali. Bertemu dan berkumpul dengan teman lama merupakan keindahan tersendiri. 



Banyak hal yang saya dapat dari acara Reuni Perak ini, yang paling berkesan adalah hadirnya kyai kami, KH. Mahrus Amin dan ustadz idola santri. H. Sulaeman Efendi. Pak kyai saat itu memberi wejangan kepada kami:

"Apapun profesimu, tugasmu adalah: 1. Bisa mengajar ilmu agama, dan 2. Berda'wah". Sebuah wejangan singkat yang insya Allah akan kami lakukan sepanjang hayat.




Senang melihat teman-teman pada sukses. Semoga tali silaturrahim ini terus terjaga dan bermanfaat dunia akhirat. Aamiin....



Mengambil Hikmah Dari Cerita / Dongeng

Standard

Salah satu pelajaran favorit saya ketika dulu ‘nyantri’ di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta adalah "Muthola'ah". Secara sederhana, para santri sering menerjemahkan pelajaran ini menjadi hanya sebagai "bacaan".
.
Namun, jika ditinjau dari ilmu sharof, kata "Muthola’ah" berasal dari kata dasar "Thola’a" yang berada dalam wazan (patern): fa’ala-yaf’alu-mufa’alatan yang berarti pula: “muncul”, “hadir”, atau "menela'ah".
.
Dengan latar belakang pemahaman seperti itulah setiap ada bacaan (dongeng) yang diberikan oleh ustadz, saya sangat menikmati menelaahnya. Sering kali justru saya menjadikannya sebagai rujukan ketika saya harus menggambil sikap dalam hidup.
.
Dengan dongeng pula, sekarang saya mengajarkan kepada anak-anak dan keponakan saya hal-hal baru atau sesuatu yang mereka takutkan dalam hidup, hatta dalam penyampaian khutbah / ceramah.
.
Bagi saya, dongeng yang dikemas dengan baik itu akan sangat efektif sebagai media untuk transformasi gagasan menjadi aksi. Saya kira, salah satu alasan kenapa budaya Amerika begitu mendominasi dunia adalah dongeng-dongeng yang mereka produksi secara professional lewat industri hiburan Hollywood.
.
Ada satu cerita yang masih saya ingat, yaitu kisah sekelompok tikus. Dalam dongeng ini, dikisahkan bahwa sekelompok tikus harus mengambil sikap karena mereka menghadapi tantangan baru: pemilik rumah di mana mereka tinggal telah mengadopsi seekor kucing. Ia berwarna hitam, berkuku setajam silet, gigi seruncing tombak dan mata setajam kamera CCTV.
.
Ketua jama'ah tikus akhirnya menggumpulkan anggota jama'ahnya dalam sebuah rapat "dengar pendapat" yang baru pertama kalinya mereka adakan. Meskipun mereka sama-sama tikus, ternyata mereka mempunyai cara pandang yang beragam dalam mensikapi tantangan baru ini. Namun mereka punya prinsip: "Boleh berbeda asal sopan".
.
Tiba-tiba muncul sebuah ide spektakuler:
.
"Bagaimana kalau kita kalungi saja kucing itu dengan ‘klintingan’ (lonceng kecil, dalam bahasa Arab disebut “al-Jaros”), sehingga kita dapat mendeteksi secara dini kalau kucing itu mendekat ketika kita sedang beroperasi", kata seekor tikus dengan antusias.
.
“Iya betul sekali!! Kita akan lari sebelum dia datang", yang lain menanggapi.
.
"Hore.. hore... kita tetap akan kenyang. Ide yang sangat brilliant..!!", sorak yang lain.
.
Tiba-tiba kebahagian mereka itu buyar ketika sang ketua jama'ah tikus itu bertanya kepada para jama'ahnya:
.
“Manilladzi yu’alliq al-jaros?"
"Tapi . . Siapa yang akan mengalungkan klintingan (lonceng) tersebut di leher kucing?".
.
Cerita tikus ini mengajarkan kepada saya beberapa hal:
.
PERTAMA: Dalam hidup itu tidak ada yang tetap. Jama'ah tikus yang tadinya hidup dalam ‘comfort zone’ (wilayah nyaman) yaitu ada makanan yang terus tersedia di dalam rumah, harus menghadapi tantangan baru adanya kucing galak. Oleh karena itu, kalau kita mau tetap ‘eksis’ atau ‘relevance’ di dalam komunitas kita, tidak ada pilihan lain selain kelenturan kita untuk bisa berubah.
.
KEDUA: Ide besar yang kita tuangkan dalam bentuk ceramah ataupun tulisan itu memang sangat penting, tapi yang jauh lebih penting lagi adalah bagaimana kita melaksanakannya.
.
Dalam mahfuzhot (pepatah Arab) dikatakan: “Al-Ilmu bila 'amalin kas-syajari bila tsamarin” (Ilmu yang tidak diamalkan itu ibarat pohon (rindang) tapi tidak berbuah".
.
Para pendahulu kita telah memberikan contoh bahwa “karya nyata” mereka adalah “da’wah” mereka yang sampai hari ini bisa dirasakan oleh tidak saja umat Islam tapi juga oleh umat yang lain.
.
"Apapun profesimu, tugasmu: 1. Bisa mengajar ilmu agama, 2. Berda'wah", demikian wejangan kyai kami.
____________
‪#‎af_m‬
Twitter: @azharulfuad